Selasa, 19 April 2016

3 Faktor Jatuhnya perusahaan Sony,Panasonic,Toshiba,Sharp,Sanyo

The Death of Samurai: Robohnya Sony,Panasonic,Sharp,Toshiba dan Sanyo

Hari-hari ini , langit diatas kota jepang terasa kelabu . Ada kegetiran yang mencekam dibalik gedung gedung raksasa yang menjulang disana. Industri elektronik mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam,pelan-pelan memasuki lorong kegelapan yang begitu terasa perih.
Bulan lalu, Sony diikuti Panasonic dan sharp mengumumkan angka kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka roboh berkeping keping.Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya lantaran sudah hampir kolaps.Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquosnya. Sony dan Panasonic akan memPHK ribuan karyawan mereka dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebooknya mungkin akan bangkrut(setelah produk televisi mereka juga mati).
Adakah ini pertanda salam sayonara harus dikumandangkan? Mengapa kegagalan demi kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang itu? Di hari ini , kita akan coba menelisiknya.
Serbuan Samsung dan LG itu mungkin terasa begitu telak. Dimata orang jepang, kedua produk korea itu nampak seperti predator yang telah meremuk redamkan mereka dimana-mana. Disisi lain,  produk-produk elektronik dari China dan produk domestik dengan harga yang sangat murah juga terus menggerus pasar roduk jepang. Lalu, dalam kategori digital gadgets Apple telah membuat sony tampak seperti robot yang bodoh dan tolol.
What went wrong? Kenapa perusahaan top Jepang itu jadi seperti pecundang? Ada tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita petik sebagai pelajaran.
Faktor 1 : Harmony Culture Error. Dalam era digital seperti saat ini,kecepatan adalah kunci.Speed in decision making.Speed in product development.Speed in product launch. Dan persis di titik vital ini perusahaan Jepang termehek-mehek lantaran budaya mereka yang mengagungkan harmoni dan konsenseus. Datangalah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang sangat mementingkan konsenseus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu sekedar untuk menemukan konsenseus mengenai produk apa yang akan diluncurkan. Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk baru,dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo.Budaya  yang mementingkan konsenseus membuat perusahaan – perusahaan Jepang lamban dalam mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi). Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadiakan tumbal demi menjaga “keindahan budaya harmoni”.
Faktor  2 :Seniority Error. Dalam era digital, inovasi dalah oksigen. Inovasi adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya sungkan pada atasan. Sialnya, nyaris semua perusahaan Jepang memelihara budaya senioritas.Datanglah ke perusahaan Jepang , dan hampir pasti anda tidak akan menemukan senior manajer dalam usia 30an tahun.Never. Istilah Rising Star dan Young Creativ Guy adalah keanehan.Promosi di hampir semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang tua pasti didahulukan , no matter what. Dan ini dia perusahaan: di perusahaan di jepang , loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah kelaziman. Lalu apa artinya semua itu bagi? Kematian dini. Ya , dalam budaya senioritas dan loyalitas permanen, benih –benih inovasi akan mudah layu,dan kemudian semaput. Masuk  ICU lalu mati.
Faktor 3 : Old Nation Error. Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi Jepang adalah negeri yang menua. Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia 50 tahun.
Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk dalam kategori itu . Kategori  karyawan yang sudah menua. Disini hukum alam berlaku .Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun bekerja pada lingkungan yang sama , biasanya kurang peka dengan perubahan yang berlangsung cepat. Ada comfort zone yang bersemayam dalam raga manajer-manajer senior dan tua itu.Dan sekali lagi,apa artinya itu bagi nafas inovasi? Sama : nafas inovasi akan selalu berjalan dengan tersengal-sengal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar